MENYOAL FACE IMAGE DALAM MASYARAKAT INDONESIA


Foto : Kompasiana.com
Kemunculan Thalasya di Instagram sontak menghebohkan  dunia maya. Cantik dan seksi adalah dua kata yang paling tepat untuk mewakili performa seorang Thalasya. Hidungnya mancung, wajahnya tirus, nyaris bahkan tanpa pori-pori, kulitnya putih dan memiliki rambut panjang. Itulah yang dikonstruksi oleh Thalasya, wanita virtual asli Indonesia. Ya, Thalasya adalah bukan wanita atau manusia dalam konsep sebenarnya melainkan hasil rekayasa digital yang diciptakan dan dimunculkan di media sosial.

Kemunculan Thalasya dan seluruh ‘spesifikasi’ yang dimilikinya bukan tanpa alasan. Di masyarakat kita, cantik dan seksi dimaknai dengan kulit putih dan mulus, wajah tirus, langsing dan berambut panjang. Padahal sejatinya, secara genetik, wanita Indonesia memiliki kulit sawo matang namun entah mengapa wanita Indonesia malah berlomba ingin memiliki kulit putih. Sementara, wanita dari negara-negara barat yang secara genetik memiliki warna kulit putih malah men-tanning tubuhnya alias menggelapkan warna kulitnya sehingga berwarna kecoklatan.

Mungkin kalau Thalasya dimunculkan sebagai seorang wanita yang berkulit coklat, berambut keriting dan berhidung lebar misalnya, bisa jadi kemunculannya kurang diminati. Thalasya menjadi terkenal karena dia memiliki ‘atribut’ dalam konsep cantik dan seksi di benak masyarakat Indonesia. Ada apa dengan kulit putih dan kecoklatan?. Mengapa wanita Indonesia menganggap memiliki kulit putih itu cantik sementara wanita Eropa dan Amerika menganggap kulit kecoklatan adalah seksi?. Mengapa pula di Korea, kecantikan dimaknai sebagai berkulit putih, bermata besar dan berwajah kecil?.

Keinginan untuk tampil cantik sehingga memperoleh pengakuan dari orang lain sangat mempengaruhi perilaku wanita. Untuk memperoleh face image atau citra wajah yang cantik, wanita melakukan berbagai cara. Wanita Korea rela melakukan operasi plastik untuk mengubah wajahnya. Konon, para orang tua disana menghadiahi anak mereka voucher operasi plastik pada ulang tahun ke-17 anak-anak mereka. Wanita dari negara-negara barat senang berjemur di pantai agar tubuhnya berubah menjadi coklat. Sementara wanita Indonesia berusaha menjadikan wajah dan tubuhnya putih mulus dengan menggunakan krim kecantikan. Semua industri berusaha menawarkan program untuk menjadi cantik.Krim wajah dan tubuh dengan embel-embel ‘whitening’ paling laris di Indonesia. Wanita Indonesia kuatir menjadi kurang menarik bahkan dibilang jelek karena berkulit gelap.

Media massa dan media sosial berperan besar dalam upaya meng-konstruksi konsep kecantikan. Mulai host televisi, pemain sinetron dan semua pelaku dunia hiburan disaring melalui casting dengan kualifikasi : berpenampilan menarik atau camera face. Dan sudah dapat ditebak, yang keluar menjadi pemenang dan mendapatkan peran utama adalah mereka yang di definisi cantik tadi yaitu minimal  berkulit putih, berambut panjang. Sementara mereka yang bertubuh pendek, berkulit kecoklatan, gemuk hanya mendapat peran pembantu yang selalu di-bully sepanjang alur cerita.

Tampil cantik di media sosial, mendapatkan ‘jempol’ dan komentar “cantik” menjadi sangat penting. Itulah mengapa wanita selalu merapikan diri sebelum foto dan mengunggah foto ke media sosial. Mereka tak mau terlihat kusam dan gemuk karenanya mereka melakukan seleksi terhadap foto sebelum mengunggah ke media sosial. Komentar “kok gemukkan ya”, “kusam amat wajahnya’ atau “ihhh, kok hitam kulitnya” dapat menyebabkan stres bahkan depresi.

Orang bijak pernah berkata, jangan kau tanyakan satu hal pada wanita  yaitu berapa usiamu. Wanita tak mau dibilang tua dan tak siap menghadapi penilaian orang lain bahwa wajahnya seperti wanita berusia 40 tahun padahal dia baru berusia 30 tahun. Tak bisa menerima kenyataan bahwa kulitnya menjadi sangat kering, keriput dan ber-flek hitam mulai usia 40 tahun, padahal itu adalah hal yang wajar.

Ya sudahlah berkulit coklat, biarlah kita wanita Indonesia yang punya ciri khas kulit agak coklat atau sawo matang, mungkin agak berminyak karena kita hidup di negara tropis dan berpori-pori besar ini tampil apa adanya. Inilah kecantikan wanita Indonesia. Alami, natural dan kita harus bangga memilikinya. Bukan malah menutupi kecantikan itu dengan pemutih wajah, foundation berlebih untuk menutup pori-pori atau menyerap minyak di wajah kita.

Wanita harusnya dapat memahami bahwa konsep cantik adalah menjadi diri sendiri, tidak meniru atau berusaha menjadi orang lain. Cantik sejatinya adalah kecantikan dari dalam (inner beauty) dan bukan kecantikan yang dipertontonkan. Menjadi diri sendiri, tidak mengubah pemberian Tuhan, dan merawat serta menjaga pemberian-Nya adalah cara-cara kita untuk bersyukur atas pemberian-Nya. Karena aku adalah aku dan aku bangga menjadi aku. (Camelia Ariestanty/www.cameliaaries.com)

PENTING :
Ini adalah tulisan asli penulis.Mencantumkan link dan identitas penulis diharuskan pada setiap aktivitas copy paste. Menulislah dengan santun dan kami akan menghargai Anda.

Penulis adalah pegawai BUMN
dan mahasiswa Prodi Magister Media dan Komunikasi Universitas Airlangga

Comments

Popular Posts